Thu, Oct. 30, 2008
Laporan Rakyat Merdeka Dari Boston, AS (4)
Rakyat Merdeka Report from Boston, US (4)
Muhammad Rusmadi
Seruan Nyoblos Di Sekitar Masjid
(A Call to Vote around Mosque)
Selama berada di Boston untuk meliput suasana hajatan pemilihan presiden (pilpres) Amerika, saya berusaha sebisanya menyempat mengeksplorasi kota ini. Boston adalah sebuah kota terkenal dan sangat tua, kota terbesar dan sekaligus sebagai ibukota negara bagian Massachusetts. Kotanya tenang. Tidak ada macet, dan untuk kawasan pusat kota, kemana-mana bisa dilakukan hanya dengan berjalan kaki.
Kota ini didirikan pada 17 September 1630 oleh kaumj kolonial Inggris. Dan sebagai kota tua, disini banyak sekali tempat bersejarah. Di antaranya, gedung tempat dideklarasikannya Kemerdekaan Amerika, 14 Juli 1776, di kawasan Washington Street, Boston. Selain itu, disinilah adanya kampus yang sangat terkenal itu, Harvard University.
Sebagai Muslim, saya penasaran, apakah ada masjid di sekitar kota ini. Untuk urusan shalat, saya sejak dari Indonesia sudah menyiapkan jadwal shalat kota Boston dengan surfing di internet. Dapat. Sayangnya, di sekitar pusat kota tidak ketemu masjid. Dimana-mana umumnya museum, gereja, atau teater.
Satu ketika, bersama dua rekan wartawan lainnya, saya disarankan DR. J Gregory Payne dari Emersion College untuk melihat-lihat museum. Kami lalu naik kereta bawahtanah, subway. Sekitar 15 menit kemudian, kami tiba di lokasi museum. Namun kami akhirnya sepakat batal masuk museum dan ingin lebih menikmati suasana pinggiran kota Boston. Suasana kota saat ini sudah sangat dingin, karena meski belum memasuki musim salju, angin musim gugur sudah terasa menusuk tulang. Terlebih buat kita yang biasa tinggal kawasan tropis seperti Indonesia.
Sekitar 15 menit berjalan kaki, kami tak sengaja melihat bangunan masjid. Tadinya kami ragu. Namun setelah melihat tanda bulan sabit di pucuk kubahnya, kami akhirnya memasuki masjid tersebut. Tak ada papan nama di depannya yang menandakan bahwa ini adalah masjid. Juga kumandang azan lewat mikrofon karena akan “berisik” dan “mengganggu” ketenangan warga di sekitar masjid.
Saya teringat rekan saya yang pernah tinggal di Singapura yang menceritakan hal yang sama tentang adzan di masjid sana. Hanya menggunakan mikrofon dalam masjid. Begitulah masjid yang berada di tengah kota yang warga setempat umumnya non Muslim. Memiliki kubah bulat pada bagian atap.
Kami tiba sekitar pukul 18.00, kebetulan sama dengan di Indonesia, waktunya shalat maghrib. Karena udara yang dingin, suasana di luar sepi, tak ada orang. Saya pikir di dalam mungkin banyak orang. Tapi ternyata shalat maghrib sudah dimulai, dan saya buru-buru bergabung untuk shalat.
Di sekitar masjid ini, juga terdapat plang berisi seruan untuk tidak lupa mencoblos pada 4 November mendatang. Dan bisa ditebak, umumnya jamaah masjid ini adalah juga para pendukung Obama. “Obama lebih sebagai simbol bagi warga imigran Amerika,” jelas Bilal Kaleem, Direktur Eksekutif Masyarakat Muslim Boston (MAS). Sehari-hari, dialah yang menjadi pimpinan di masjid ini.
Yang jelas, untuk urusan pilpres Amrik kali ini, sejak dulu, Boston benar-benar di atas angin. Boston dan negara bagian Massachusetts secara umum adalah kandangannya kaum Demokrat. Jadi umumnya warga sini adalah pendukung Barack Obama.
Meski demikian, bukan berarti warga pro John McCain tidak ada. Malah di pusat kota, tak jauh dari Emerson College, terdapat Markas Kemenangan McCain. Tapi sudah bisa ditebak, suasananya sepi. Di dalam, hanya ada beberapa orang sukarelawan yang bekerja untuk kantor ini . Tugas mereka di antaranya menghubungi warga –umumnya dengan telepon-- dan meyakinkan mereka untuk nyoblos McCain pada Selasa, 4 November nanti. (Bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment