Monday, May 18, 2009

Imam Perempuan Yahudi: I Love Obama Jewish Rabbi: I Love Obama

Tue, Nov 11, 2008


Laporan Rakyat Merdeka Dari Athens, Ohio, AS (16)
Rakyat Merdeka Report from Athens, Ohio, US (16)

Imam Perempuan Yahudi: I Love Obama
Jews Woman Rabbi: I Love Obama

Salah satu rasa penasaran saya saat akan berangkat meliput pemilihan presiden (pilpres) ke Amrik ini adalah ingin bertemu warga Yahudi Amerika. Saya penasaran sekali mengetahui asiprasi politik mereka, termasuk menyangkut pandangan mereka tentang kedua calon presiden (capres) yang kemarin bertarung.
Selama ini di Indonesia, kabar tentang lobi Yahudi Amerika memang dianggap super canggih. Umumnya hanya diketahui dari membaca buku-buku. Konon, lobi Yahudi ini bahkan mampu mempengaruhi berbagai kebijakan luarnegeri Amerika di Timur Tengah sana. Termasuk dalam konflik Israel-Palestina.
Selain itu, juga ada keyakinan selama ini, yang namanya capres Amrik harus mendapat “restu” dari lobi Yahudi ini. Kalau tidak, jangan harap bisa terpilih. Restu itu, dalam arti komitmen mendukung kepentingan-kepentingan Israel melalui warga Yahudi Amerika, tentunya.
Saya hanya ingin merasakan bisa bertemu dan berdialog langsung dengan warga Yahudi Amerika. Sayang, saat di Boston, karena padatnya jadwal, saya tak bisa melakukan liputan tambahan ini. Tapi saat di Athens, Ohio, saya dikasih tahu teman mahasiswa Indonesia yang studi disini, ada sebuah kelompok mahasiswa Yahudi yang mungkin menarik buat saya. Karena pimpinannya –biasa disebut Rabbi, mungkin seperti imam, atau kyai dalam agama Islam-- adalah perempuan. Saya tertarik tentu. Sepertinya kelompok ini adalah kelompok progresif, karena punya pemimpin perempuan. Nama organisasinya, Hillel.
Saat menyaksikan penghitungan hasil suara pilpres Amrik Selasa (4/11) malam sebelumnya, di gedung John Calhoun Baker Univeristy Center di Ohio University (OU) –biasa disebut Baker Center, semacam pusat kegiatan mahasiswa berlantai empat – saya sebenarnya melihat pengumuman adanya kegiatan mahasiswa Yahudi disini. Menarik. Kajian gender. Aliran pemikiran yang mengedepankan persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam semua agama, termasuk Islam, aliran seperti ini sebenarnya ada. Meski bagi kelompok tradisionalis, aliran ini dianggap “pemberontak”, kebablasan. Dan ternyata pula, tempelan pengumuman itu berasal dari Hillel.
Kamis (6/11) lalu saya langsung menuju kawasan Mill 21 Street mencari markas Hillel ini. Tempat ini berbentuk rumah bertingkat dua. Di pagar rumah itu terpasang papan nama 'Hillel'.
Sayang, meski pintu terbuka, tak satu pun orang di dalam. Saya tidak berani nyelonong masuk. Sambil berdiri di depan pintu, saya beberapa kali memanggil apa ada orang disana. Sambil menunggu sebentar saya mencoba melihat-lihat suasana di dalam. Sepertinya ruang utama yang ada di hadapan saya waktu itu adalah juga tempat ibadah. Tak ada seorang pun yang muncul setelah sekitar lima menit, saya pun meninggalkan tempat itu.
Gagal ketemu hari itu, saya pun berkirim email. Kebetulan di pengumuman yang saya dapat di Baker Center itu tertera alamat atasnama Rabbi Daniella Leshaw. Tadinya saya kira Daniella adalah laki-laki. Tapi setelah saya lacak, yang muncul adalah foto seorang perempuan. Saya makin yakin, Rabbi perempuan inilah agaknya Rabbi yang dimaksud rekan saya itu.
Tapi sayang, email saya tak berjawab. Saya khawatir kalau-kalau Rabbi Daniella justru merasa khawatir bertemu saya. Mungkin dia was-was, karena belum kenal saya.
Dari website Hillel yang berhasil saya lacak, ternyata mereka menggelar beberapa event. Termasuk pada Jumat (7/11) malam itu, mereka ternyata akan menggelar event di Baker Center lantai II. Saya pun nekat menemui Rabbi Daniella malam itu.
Begitu menemukan ruangan yang saya cari, dari pintu yang terbuka saya langsung bertatapan dengan perempuan yang fotonya sebelumnya sudah saya lihat di internet. Dialah orangnya.
Saya kira tadinya ini hanya acara ngumpul dan makan-makan biasa. Tapi di pintu masuk, saya lihat sebuah kotak yang berisi semacam peci haji namun ukurannya lebih kecil. Mirip peci yang dipakai Pastor Katolik itu. Rupanya ini semacam acara ibadah mereka.
“Anda Rabbi Daniella?,” tanya saya. “Ya, betul,” jawab dia pendek. Dia mengenakan semacam selendang putih dengan hiasan warna biru pada bagian samping di bahunya. Mirip paduan warna bendera Israel.
Sambil mohon bisa “ngobrol” sebentar di luar ruangan, saya pun kemudian memperkenalkan diri. Saya yakin dia langsung mengerti maksud kedatangan saya, karena sebelumnya sudah saya utarakan via email. Termasuk soal Indonesia sebagai negara yang mayoritas berpenduduk Muslim. Juga soal konflik Israel dan Palestina yang tak berkesudahan itu.
Tapi, dia terkesan kurang nyaman menerima saya. Mungkin karena saya ternyata tiba-tiba datang malam itu tanpa memberitahu lebih dulu. Saya pun langsung menanyakan apa pernah ada forum-forum diskusi atau dialog dengan warga Muslim di Athens.
Pertanyaan ini tidak dia jawab langsung. Namun menurutnya di Athens tidak banyak warga Muslim. Terlebih setelah tragedi WTC itu, kemunginan mendapatkan visa Amerika menjadi kian sulit, yang berakibat kian berkurangnya jumlah orang Muslim disini. Itu pun menurut Daniella umumnya adalah para mahasiswa yang studi disini.
Saya kemudian menanyakan pandangannya tentang Obama yang baru saja terpilih sebagai Presiden Amrik. “O, I love him,” jawabnya singkat lagi. Dia kemudian malah balik bertanya kepada saya. Sayangnya obrolan kami harus terputus, karena Rabbi Daniella mengaku harus segera masuk ruangan. “Masuk aja,” ajaknya kepada saya.
Dengan agak ragu, saya pun masuk. Ternyata Rabbi Daniella sudah di depan memimpin acara malam itu. Karena merasa perlu menghormati, saya berusaha bertahan dalam ruangan itu. Saya juga berharap nantinya bisa ngobrol lagi dengan Rabbi Daniella. Sayangnya hingga acara usai, kesepatan itu tak ada lagi. Rabbi Daniella sibuk berbicara dengan jemaatnya, hingga saya memutuskan pulang. (Bersambung)

No comments: