Monday, May 18, 2009

Cuaca Kalah Sama Obama (Obama Beats Weather)

Fri, Nov, 7, 2008



Laporan Rakyat Merdeka Dari Athens, Ohio, AS (12)
Rakyat Merdeka Report from Athens, Ohio, US (12)

Muhammad Rusmadi


Cuaca Kalah Sama Obama
(Obama Beats Weather)


Mengawali pagi hari Rabu (5/11) lalu, buat saya rasanya ada yang berbeda disini, di kota kecil Athens, Ohio. Memang, pagi hari rasanya masih terasa dingin menusuk. Karena saat ini memang musim gugur. Tapi beberapa hari terakhir, ketika beranjak siang, cuacanya mulai menghangat. Sehingga meski kemana-mana saya selalu membawa jaket, sering tidak terpakai. Meski saya tetap butuh memakai baju berlapis dua.
Tapi umumnya orang-orang “sepakat”, beberapa hari ini suasananya indah. “It's a nice day, isn't it?” “Ya, it is”. Ya. Harinya indah. Ngomongin cuaca memang jadi basa-basi pembuka saya saat bertemu orang. Tapi mereka akan langsung lebih nyambung lagi bila diajak ngobrol soal Obama yang menang telak itu.
Di sebuah koran lokal garapan mahasiswa Ohio University (OU), The Post, ditulis sebuah headline besar 'Perubahan Sudah Datang di Amerika'. Change Has Come to America. Malah ditulis pula hasil perolehan Electoral College Obama yang luar biasa itu, Obama 349. McCain 148. Padahal untuk bisa menang, calon presiden (capres) hanya cukup mengantongi 270 suara. Tapi Obama jauh melampaui itu. Koran gratis ini diletakkan di sejumlah tempat, di pintu masuk toko-toko kecil, bar, hotel dan kampus.
Dua koran lainnya disini juga memuat headline yang sama. 'President Obama', tulis The Athens Messenger. Atau, 'America Makes Histroy. Obama Wins'. 'Amerika Bikin Sejarah. Obama Menang'. Di TV-TV juga semua liputan fokus pada kemenangan Obama ini. Meski di jaringan televisi Fox, sambutan kemenangan ini bernada sinis. Karena jaringan ini dari awal memang mendukung capres Republik, John McCain.
Salah satu bentuk “sambutan kemenangan ini misalnya dengan kembali menyoroti apakah Obama akan benar-benar mampu mengatasi berbagai masalah yang kini menghadang Amrik. Terutama, selalu soal-soal konflik Timur Tengah dan ancaman terorisme. Karena Obama dianggap masih terlalu hijau dan, tidak seperti McCain, sarat pengalaman di dunia militer.
Kubu Republik seakan tidak mau peduli, bahwa ini penting buat Amerika sebagai sebuah bangsa. Karena buat pertama kalinya sejak bangsa ini berdiri memiliki pemimpin dari kalangan keturunan Afrika-Amerika. Bahwa ini penting bagi bangsa lainnya di dunia untuk dijadikan pelajaran, Amerika memang punya yang namanya demokrasi.
Ketidakgembiraan yang sangat bisa dirasakan adalah ketika saya menemui Peter Couladis, Ketua Partai Republik di kota Athens sini. Rabu (5/11) pagi kemarin, saya memang janjian ketemuan dengan dia untuk ngobrol-ngobrol. Sengaja, waktunya diatur sehari setelah hari 'H' pencoblosan. Kalau Partai Republik menang, reaksinya pasti akan luar biasa, karena orang Republik ini pasti akan “berapi-api” karena bisa menang, sementara prediksi di hampir semua media, baik koran, televisi, media online menunjukkan hanya Obamalah yang bakal menang. Tapi kalau kalah, reaksinya sebenarnya saya juga sudah bisa tebak.
“Dia (Obama – red) itu kan cuma jago pidato. Tapi tidak mementingkan substansi,” cetus Peter, ditemui di gedung Scripps, Athens. Tapi Obama menurutnya beruntung, karena gara-gara kelihaiannya berorasi inilah yang membuatnya menarik perhatian banyak. Terutama anak-anak muda Amerika.
Misalnya soal istilah 'perubahan', lanjut Peter. Oya, ini mengingatkan saya pada Partai Demokrat-nya Presiden SBY. Apa yang dulu terjadi pada SBY, benar-benar mirip dengan Obama saat ini. Dari yang tidak diduga-duga naik, tapi lalu melejit luar biasa hingga memimpin di puncak. Kemiripan nama, sama-sama Partai Demokrat. Kesamaan simbol warna biru yang dipakai. Dan, jargon 'change' yang dibawa Obama, serta 'Berubah' yang dibawa SBY saat kampanye dulu. 'Change, We Can Believe in', atau 'Yes, We Can' adalah salah satu slogan Obama. Dan, 'Bersama Kita Bisa', adalah slogan kampanye SBY dulu. Bedanya yang pasti adalah, Obama orang sipil dan bertubuh kurus. Sementara SBY berlatar belakang militer –meski sudah pensiun-- dan berbadan gendut.
Nah, soal 'berubah' ini, menurut Peter adalah jargon yang kabur. Nggak jelas. Perubahan kemana? Dan Obama menurutya –masih dengan nada yang sulit menerima-- tidak pernah detil menjelaskannya.
Apalagi soal konflik Timur Tengah. Kasus Iran misalnya, “Ngapain juga kalau jelas-jelas negara ini sudah punya nuklir, tapi masih mau diajak bicara lagi?”, ketus Peter. Barat selama ini sudah meyakini secara bulat, Iran memang punya senjata nuklir dan bisa menjadi ancaman serius buat Israel, yang selama ini dianggap penting buat Barat karena Israel dianggap sebagai sebuah negara demokratis. “Saya yakin, karena bakal merasa tidak didukung Obama, Israel akan segera membom Iran,” tegasnya lagi.
Serangan kubu Republik memang bisa dirasakan, bahkan hingga hari-hari pencoblosan, Selasa (4/11) lalu. Di jaringan televisi CNN misalnya, hingga hari 'H' pencoblosan ini masih terus ditayangkan berulang-ulang iklan yang menyatakan, Obama sebagai sosok yang terlalu radikal dan terlalu berisiko untuk dipilih. 'Obama, too Risky, too radical'. Demikian antara lain bunyi iklan itu, dengan juga menayangkan bagaimana “hubungan baik” antara Obama dengan Pendeta Jeremiah Wright –yang berkulit hitam-- selama 20 tahun, yang dari khotbah-khotbahnya dianggap anti Amerika dan anti kulit putih.
Terlepas dari itu, bangsa Amerika sudah bersuara. Tak peduli apapun warna kulitnya, mayoritas warga Amerika sudah memilih. Presiden Amerika yang baru adalah Barack Hossein Obama. (Bersambung)

No comments: