Monday, May 18, 2009

Pakai Topi Malaysia, Diprotes Aktivist Buruh Migran My Malaysian Hat is Protested by Migrant Labor Activist

Wedn, Nov, 12, 2008

Laporan Rakyat Merdeka Dari Athens, Ohio, AS (17)
Rakyat Merdeka Report from Athens, Ohio, US (17)



Pakai Topi Malaysia, Diprotes Aktivist Buruh Migran
My Malaysian Hat is Protested by Migrant Labor Activist


Jumat (7/11) lalu, hiruk pikuk terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru sudah tidak begitu heboh lagi. Kalaupun ada, paling hanya sekadar obrolan kecil antar teman tentang kemenangan Obama yang luarbiasa itu, kekalahan McCain, tantangan dan berbagai permasalahan besar yang bakal dihadapi Obama, serta harapan yang juga kelewat berlebihan terhadap Senator negara bagian Illinois ini.
Saya hanya ingin ke Islamic Center di kota Athens, Ohio, untuk bisa Jumatan disana. Jam 11.00 pagi, saya sudah hadir disana. Sebelumnya, saya sendirian memang sudah menyurvei lokasi Islamic Center ini. Karena mencari sendiri berdasarkan peta, saya bertanya-tanya kepada warga sekitar dimana kawasan 13 Stewart. Saya lupa janjian dengan mahasiswa Indonesia disini. Padahal kalau dengan mereka, saya tentunya tidak perlu kebingungan lagi mencari-cari alamat. Akhirnya saya harus memutar jauh, tapi setelah ketemu, ternyata gedung Islamic Center ini tak jauh dari gedung perpustakaan Ohio University (OU).
Disini saya berharap bisa bertemu barangkali saja ada warga lokal kota Athens yang biasa Jumatan disini. Warga lokal, maksud saya adalah orang Amrik asli, seperti yang pernah saya dapati di masjid kawasan Roxbury, Boston, sebelumnya.
Ternyata saya datang kepagian. Sehari sebelumnya saya memang diberitahu, jadwal Jumatan disini biasanya sekitar jam 13.00. Meskipun sebenarnya jadwal shalat Dzuhur adalah pukul 12.13. “Khusus untuk Jumatan, waktunya dimundurkan,” terang Shaleh, yang saya temui sehari sebelumnya disini. Waktu itu pria keturunan Arab ini usai melakukan shalat Ashar. Dia bukan mahasiswa, akunya. Tapi sudah jadi warga Amrik dan tinggal sekitar 1,5 jam naik mobil dari kota Athens.
Merasa kepagian, saya keluar mencari makan siang dan kembali lagi satu jam kemudian. Saat itu sudah terlihat enam orang duduk-duduk santai, selonjoran sambil bersandar di pojok ruangan Islamic Center itu. Mereka menikmati teh. Saya tidak begitu gembira, karena dari keenam orang ini tak ada satu pun yang bule. Padahal saya sangat berharap bisa ngobrol sekaligus menggali informasi dari warga lokal, yang Muslim.
Lima orang di antara mereka saya pastikan adalah orang-orang Arab. Satu orang adalah mahasiswa Indonesia yang sudah saya kenal sejak seminggu sebelumnya. Dia adalah aktivis buruh, Migrant Care yang sedang kuliah di Studi Asia Tenggara di Ohio University (OU). Saat saya dadakan diminta jadi pembicara di Kajian Asia Tenggara ini seminggu sebelumnya, dia memprotes topi saya yang berlogo Malaysia. “Topinya tolong dilepas dong, Mas. Itu kan mempromosikan Malaysia banget,” katanya sambil senyum.
Tadinya saya pikir dia cuma bercanda. Tapi belakangan saya tahu dia serius, sembari menyatakan kekurangan senangannya dengan negeri jiran itu. Bisa ditebak, karena urusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kita disana memang mengecewakan banyak pihak. Termasuk buat Migrant Care ini, yang banyak menangani kasus penganiayaan buruh Indonesia disana. Demi menghormati “ideologi perjuangan” kawan senegara saya ini, saya pun akhirnya rela melepas topi saya.
Mendekati pukul 13.00, jamaah berdatangan. Tapi tak satu pun dari mereka yang Muslim bule yang saya cari. Mereka umumnya orang-orang Arab, Afrika, India dan tentunya Asia, seperti Malaysia dan Indonesia. Mereka juga umumnya adalah mahasiswa. Tidak banyak yang sudah menjadi warga negara Amerika.
Pukul 13.15, Ahmad, mahasiswa asal Mesir yang mengambil studi Human and Comsumer Sciences di OU mengumandangkan adzan. Suaranya lembut. Tapi bukan karena kurang gizi. Soal ini, dia sendiri yang ngomong saat kami kenalan sebelumnya. Studi dia, menurut jebolan Suez Univerity, Mesir ini juga menyangkut ilmu gizi. “Tapi Anda lihat sendiri saya seperti orang kurang gizi ya,” candanya. Ahmad memang bertubuh kurus, bicaranya pelan, dan matanya rada sayu.
Disini adzannya dua kali, seperti yang biasa dipraktekkan di masjid-masjid kaum NU. Setelah adzan kedua, baru khatib maju ke mimbar khotbah. Usame Tunagur, khatib asal Turki ini menegaskan pentingnya ber-tafakkur, aktivitas berpikir dalam hidup ini. Termasuk menyangkut alam sebagai tanda kebesaran Tuhan yang juga harus direnungi.
Khotbah ini tidak terlalu panjang, hanya sekitar 20-an menit. Usai Jumatan, saya kembali melihat-lihat jamaah. Bule yang saya lihat cuma Arthur Gish, aktivis perdamaian yang juga pro rakyat Palestina itu. “Setahu saya disini (Athens -red) cuma ada tiga keluarga Muslim. Mereka semua bukan orang kulit putih atau asli Amerika. Mereka juga tidak pernah saya lihat shalat di masjid ini,” jelasnya.
Usai shalat jamaah dihidangi berbagai macam buah-buahan di salah satu pojok belakang dalam Islamic Center yang juga masjid ini. Banyak sekali. Pisah, apel, anggur, mangga, jeruk, strawberry. Saya mengambil piring dan menikmati seraup anggur dan beberapa buah pisang. Lumayan, makan siang dengan buah-buahan segar. Tapi perhatian saya tertuju pada buah yang mirip apel, merah, tapi berukuran besar. “Ini buah syurga. Buah 'rummaan' atau pomegranate ,” jelas Ahmad, menyebut sebutan bahasa Arab dan Inggrisnya sekaligus.
Saya pun teringat rasanya pernah mendengar kata 'rumman' ini dalam al-Qur'an, tapi lupa di surah apa dan ayat berapa. Saya pun mencoba menikmati buah ini. Rasanya sedikit asam manis. Yang dimakan adalah bagian dalamnya yang kecil-kecil mirip biji jagung, namun warnanya merah menyala.
Penasaran apakah jamaah yang menyumbang buah-buahan yang melimpah ini, saya bertanya kepada seorang mahasiswa Indonesia yang rajin shalat disini. “Ini yang nyumbang cuma satu orang lho. Tuh orangnya,” bisik rekan mahasiswa ini, menunjuk seorang pria Arab berambut gondrong.
Saya sudah kenalan dengan pria itu. Saat datang pukul 11.00 sebelumnya, saya hanya melihat dia sendirian di Islamic Center ini. Abdul Azis, demikian namanya. Tubuhnya tinggi besar. Rambutnya bergelombang, panjang sebahu. Matanya tajam. Dia adalah mahasiswa OU asal Qatar. Jam 11.00 hari itu dia buru-buru meninggalkan saya karena mengaku harus masuk kuliah lagi. “Dia itu juragan tuh,” tambah mahasiswa Indonesia itu lagi berbisik kepada saya.
Tapi seorang mahasiswa India berkomentar. “Pokoknya, ada deh. Nggak usah ditanya siapa yang nyumbang buah-buahan ini. Doakan saja dia,” ungkapnya. (Bersambung)

No comments: