Wednesday, May 13, 2009

Andai Obama Seorang Muslim (If Obama is a Muslim)

Wedn, Oct. 29, 2008

Laporan Rakyat Merdeka Dari Boston, AS (3)
Rakyat Merdeka Report from Boston, US (3)

Muhammad Rusmadi

Andai Obama Seorang Muslim
(If Obama is A Moslem)

Hajatan pilpres Amerika yang akan digelar Selasa, 4 November nanti, rasanya seperti sebuah pertunjukan jor-joran buat masyarakat dunia internasional. Disinilah Amerika, negara dengan konsep demokrasinya yang paling tua dalam sejarah manusia modern akan diuji. Siap atau tidak.
Salah satu masalah yang sejak beberapa waktu lalu mengemuka adalah isu SARA. Dalam hal ini agama. Barakc Obama misalnya terlihat begitu ketakutan saat dia dianggap sebagai seorang Islam. Kita tahu, Hussein Obama, ayah Obama asal Kenya yang sudah almarhum itu adalah seorang Muslim. Dan, Barack Obama menggunakan nama tengahnya 'Hussein', sebuah nama yang dengan gampang dianggap sebagai nama seorang Islam, atau malah celakanya, dianggap punya hubungan dengan teroris!
“John McCain atau orang-orang Republikan akan dengan sengaja menyebut nama Barack Obama dengan lengkap dan menekankan nama tengahnya Barack 'Hussein' (dinyaringkan sebagai penekanan -red) Obama,” jelas Bilal Kaleem, Direktur Eksekutif Masyarakat Muslim Amerika di Boston.
Hal ini, lanjutnya, sebagai upaya memberi kesan, Obama boleh jadi punya “nawaitu yang tidak murni” bila nanti terpilih sebagai presiden Amerika. Mungkin dia bersimpati pada orang Islam. Dan, boleh jadi juga dia sedikit banyak akan bersimpati pada teroris-teroris itu.
Hal ini terus membuat saya tidak nyaman saat berlangsung orientasi untuk liputan menjelang hari-hari pilpres AS 4 November mendatang. Salah satunya karena nama nama depan saya, Muhammad. “Yah, mau bagaimana lagi. Suka atau tidak, di negeri ini yang mayoritas adalah kaum Kristiani,” gumam saya dalam hati.
Kita juga tahu, selama ini juga ada semacam aturan tak tertulis, presiden Amrik haruslah seorang Protestan. Tidak boleh Katolik. Lalu bagaimana lagi dengan Islam? Atau seorang capres yang misalnya “berbau” Islam? Jangankan itu, saya masih lanjut membatin, seorang Yahudi Amrik saja, belum tentu siap untuk dijadikan presiden di negeri mbah-nya demokrasi ini. Mungkin bangsa Amerika siap. Tapi, sisi strategi keamanan dalam negeri dari gangguan teroris internasional yang anti Yahudi, sangat boleh jadi akan sangat berisiko. Atau, prospek hubungan yang bisa tambah amburadul dengan negara semacam Iran, atau yang lainnya.
Tentang bahwa Amrik adalah negara Kristen, bandingannya kurang lebih seperti Indonesia, yang mayoritas, bahkan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Siapkah kita dipimpin seorang, katakanlah, Protestan atau Katolik, Budhha, Hindu Bali, misalnya. Mungkin akan pusing 14 keliling membayangkan kemungkinan seperti ini. Padahal kalau jujur, bukankah semua warga berhak dipilih dalam kalau kita memang menyebut bangsa yang menganut paham demokrasi?
Masih tentang semacam identitas Amrik sebagai sebuah bangsa Kristen ini, dalam orientasi pra liputan pilpres AS di Emerson College, Boston, kami 10 wartawan Indonesia juga mendiskusikan berbagai rekaman kegiatan dan kampanye warga Amrik. Salah satunya, bagaimana pandangan umum warga kaum tua dan konservatif Amrik ini tadi. Saya rada kaget saat melihat tayangan di Ohio –negara bagian dengan kekuatan berimbang antara Demokrat dan Republik. “Ini negara Kristen. Jangan diserahkan kepada orang Islam...” Demikian antara lain pandangan yang memang ada di tengah masyarakat Amrik saat ini.
Ini menunjukkan, sebagian warga Amrik yang kaum tua ini tadi memang masih picik soal Islam. Meski usai tragedi WTC dahulu itu, sesungguhnya juga tidak sedikit warga Amrik yang juga masuk Islam. Ini fakta lain yang menunjukkan juga ada gelombang masyarakat Amrik yang penasaran, belajar sendiri dan membaca lalu pindah agama ke Islam.
Sayangnya, ini tidak menjadi isu yang laku dijual oleh media-media Amrik saat ini. Terlebih dalam demam pilpres Amrik seperti saat sekarang, isu Islam, malah jadi harus dikesampingkan jauh-jauh.
Untungnya, menurut Direktur Polling Institute of Politics John F. Kennedy School of Government, Cambridge, John Della Volve, isu-isu SARA semacam ini meski ada, tapi tidak bisa membuat capres seperti Obama goyang. Tak cuma itu, karena gejala semacam ini menurutnya sudah berlangsung sejak 10 lalu namun terbukti tak pernah berhasil.
Yang menarik, lanjutnya, sebenarnya saat ini kalangan muda Amrik malah mulai kembali kepada agama. Mulai relijius dalam arti luas. Ada yang memeluk agama-agama besar dunia, atau bahkan menjadi spiritualis yang tak terbatas hanya pada memeluk agama-agama yang ada selama ini. (Bersambung)

No comments: