Fri, Oct. 31, 2008
Laporan Rakyat Merdeka Dari Athens, Ohio, AS (5)
Rakyat Merdeka Report from Athens, Ohio, US (5)
Muhammad Rusmadi
“Osama” Buat Ngelap Kotoran
(“Osama” to Wipe Dirt)
Pukul 05.30 pagi waktu Boston atau sekitar pukul 04.30 sore waktu Jakarta, saya harus meninggalkan Boston menuju bandara Manchester, di negara bagian New Hampshire. Tujuan akhir saya sebenarnya adalah ke Athens, sebuah kota kecil di negara bagian Ohio. Untuk mencapai kota ini, saya harus ke New Hampshire, sekitar 1,5 jam perjalanan naik mobil, lalu terbang sekitar satu jam ke Baltimore, Washington. Di Baltimore, saya transit beberapa jam, lalu terbang lagi ke kota Columbus, Ohio, untuk kemudian kembali melanjutkan perjalanan naik mobil sekitar 1,5 jam.
Pagi-pagi sekali, saya dijemput Dr. J. Gregory Payne, dari Emmerson College untuk diantar ke bandara Manchester di New Hampshire. Boston masih gelap. Udara dingin menusuk. Namun memasuki New Hampshire, hari mulai terang. Daun-daun pepohonan yang kami lalui terlihat indah sekali, berwarna warni dari hijau, lalu berubah, kuning, merah, hingga cokelat. Seperti lukisan. Ini memang keindahan yang hanya bisa didapat di musim gugur seperti sekarang. Akhirnya, kami tiba di Manchester tepat waktu.
Bandara Manchester adalah bandara kecil dan bisa dibilang sepi. Tapi pemeriksaan memasuki bandara rupanya sudah standar di bandara manapun di Amerika. Seperti saat memasuki kota pertama di Amrik, semua barang bawaan ke pesawat harus masuk mesin scanning. Karena tidak menduga akan kembali mengalami pemeriksaan seperti ini, malam sebelum berangkat meninggalkan Boston saya tidak mempersiapkan sepenuhnya barang bawaan saya. Termasuk barang-barang cair yang dilarang keras masuk pesawat. Terutama yang berukuran di atas 100 mililiter.
Karena lupa, saya memasukkan gel rambut ukuran jumbo ke tas kecil yang saya bawa ke pesawat. Bisa ditebak. Masalah. Setelah kedapatan membawa gel besar ini, petugas pun memanggil saya, termasuk kembali menggeledah tas lapotop saya yang tadinya sebenarnya sudah lolos. Waduh. Ternyata si petugas dengan rada melolotot mengeluarkan segumpalan kabel dari kantong samping tas laptop saya.
Malam menjelang meninggalkan Boston, saya memang tak punya banyak waktu untuk packing dan merapihkan barang-barang saya, mana yang harus masuk bagasi, mana yang masuk tas jinjing ke pesawat. Karena sehari menjelang keberangkatan, acara orientasi kami para wartawan Indonesiayang akan meliput pilpres Amrik di Emerson College masih padat hingga malam hari. Sementara pagi-pagi sekali, sekitar pukul 03.00 dinihari waktu Boston saya biasanya harus bangun untuk mengejar deadline tulisan, karena menyesuaikan waktu dengan Jakarta yang beda sekitar 12 jam-an.
Akhirnya, masuklah gel rambut jumbo ini ke tas hand-carry. Ditambah gumpalan kabel laptop, charger, telepon dan sejumlah kabel lainnya di tas laptop. Semerawut sekali memang. Si petugas pertama tampak sedikit berusaha mengurai-urai gumpalan kabel saya itu dengan sedikit mengernyitkan kening.
Saya pun digeledah berlapis oleh dua petugas. Meski demikian, mereka tetap ramah, sambil meminta maaf karena harus menggeledah seluruh wilayah badan saya. “Anda nggak suka geli, kan?” tanya si petugas di pemeriksaan kedua pada saya. Mau apalagi? “It's OK. No problem,” saya bilang.
Pesawat lokal, Southwest Airlines tepat waktu. Dari proses boarding pass, hingga take off. Di penerbangan ini juga rada menarik buat saya. Kru pesawat, terlihat lebih santai dibanding pramugari di Indonesia, misalnya. Pertama, meski di tiket boarding pass tertera nomor tempat duduk, ternyata di dalam pesawat tidak berlaku, bebas memilih dimana saja kita mau duduk. Tentu, yang antrian awal lah sesungguhnya yang bebas, karena yang belakangan berarti hanya mendapatkan sisanya. Tapi penyandang cacat dan mereka yang membawa anak keci didahulukan masuk pesawat.
Pramugari, pakaiannya santai. Juga yang prianya malah hanya bercelana lutut. Di Indonesia, umumnya pramugari kita ber-make up (baca; rada bersolek), lengkap dengan lenggang lenggoknya segala. Malah ada maskapai regional Indonesia yang mendandani pramugarinya rada seksi.
Selain itu, meski penerbangan jarak pendek, di Southwest penumpang akan tetap mendapat minuman. Tapi ini hanya buat mereka yang memesan. Kecuali snack, berupa kacang yang dibagikan kepada semua penumpang. Jadi tidak semuanya diberikan, meski tidak memesan. Untuk itu, si pramugari saat sudah terbang menghampiri penumpang satu demi satu menawarkan minuman. Saat di penerbangan pertama sebelum transit di Baltimore, saya menolak tawaran. Selain merasa tidak haus, sebenarnya juga karena saya kira penumpang harus membayar. Sementara untuk bertanya apakah ini minuman gratis, rada malu juga.
Belakangan di penerbangan kedua dari Baltimore ke Columbus, saya baru tahu dari orang yang duduk dekat saya, bahwa minuman tersebut adalah cuma-cuma. Well...he he he...
Saat transit sekitar empat jam di Baltimore inilah saya melihat Osama. Ya. Osama bin Laden. Musuh besar Amerika yang memicu invasi pasukan Abang Sam ke Afghanistan ini dengan antengnya aman nongkrong di pojok bandara internasional Baltimore, Washington. Bukannya takut, saya hanya berusaha menahan tawa karena geli. Karena Osama yang berwujud poster dengan sorban dan jenggotnya yang terkenal itu berada di tisu toilet. Osama di Amrik buat mengelap kotoran! Saya senyam-senyum menahan tawa. Di rak pojok, Osama “dikepung” oleh FBI, Pasukan Kusus Amrik, dan berbagai kekuatan militer dan kepolisian AS. Tentu, semuanya berwujud suvenir, gantungan kunci, topi, kaos serta berbagai suvenir khas Amrik lainnya. Termasuk berbagai suvenir serupa yang bergambar Obama dan John McCain. Toko suvenir 'America!' ini berada di salah satu pojok bandara internasional Baltimore, Amerika. (Bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment